Langkau pelayaran

Mungkin tak banyak orang yang tahu sosok Muslimah yang satu ini, Sumayyah binti Khayyath. Dialah syahidah pertama umat Islam yang menumpahkan darahnya demi mempertahankan keimanannya. Bersama suami dan puteranya, ia menjadi teladan yang istimewa.

Sumayyah binti Khayyath adalah seorang hamba sahaya milik Abu Hudzaifah bin Al-Mughirah. Oleh sang majikan, ia dinikahkan dengan seorang pria asal Yaman yang bernama Yasir bin ‘Amir yang merupakan pendatang di kota Mekkah. Karena banyak mendapat halangan, Yasir meminta perlindungan kepada Abu Hudzaifah yang merupakan kepala suku Bani Makhzum.

Dari pernikahannya dengan Yasir bin ‘Amir, Sumayyah dikaruniai putera yang diberi nama ‘Ammar bin Yasir. Dari sang putera inilah, pasangan Yasir dan Sumayyah bersentuhan dengan Islam.

Suatu hari, ‘Ammar yang beranjak dewasa mendengar kabar soal kedatangan nabi baru yang membawa ajaran Tuhan. Ia pun segera mencari kebenaran soal hal itu. Begitu bersentuhan dengan Islam, ‘Ammar pun jatuh hati dan langsung mengucapkan ikrar syahadatnya.

Mendapat kabar gembira, ‘Ammar segera mengabarkannya kepada ayah bundanya. Berbeda dengan kebanyakan orang Quraisy yang antipati bahkan memusuhi Islam, Yasir dan Sumayyah justru menyambut gembira kabar gembira ini. Bahkan mereka kemudian mengikuti jejak ‘Ammar untuk bersyahadat dan menjadi Muslim dan Muslimah.

Keislamanan yang awalnya ditutup-tutupi akhirnya tercium juga. Fakta bahwa anggota keluarga ini masuk Islam menyulut kemarahan Abu Hudzaifah. Ia memaksa agar keluarga ini meninggalkan Islam dan kembali kepada agama nenek moyang mereka yang menyembah latta dan uzza. Namun ketiganya bersikukuh mempertahakan keyakinan mereka.

Seperti para sahabat yang masuk Islam golongan paling pertama, Yasir, Sumayyah, dan ‘Ammar mendapat banyak sekali rintangan dan cobaan. Hal ini diperparah lagi dengan status keluarga mereka yang bukan kalangan bangsawan Quraisy. Akibatnya perlakuan yang mereka terima sangatlah kejam dan melewati batas kemanusiaan.

Orang terkejam yang menyiksa mereka adalah orang-orang yang selama ini melindungi yaitu dari kalangan Bani Makhzum yang dipimpin Abu Hudzaifah. Setiap harinya, ketiga orang ini digelandang ke padang pasir yang sangat panas untuk disiksa. Sumayyah yang seorang wanita dilempar ke pasir, lalu tubuhnya ditimbun pasir yang sangat panas.

Seakan belum puas, dada Sumayyah lalu ditindih dengan batu besar agar ia tidak bisa bernafas. Lalu mereka memaksanya untuk mengimani berhala-berhala. Namun wanita shalihah ini tetap bertahan dengan keyakinannya karena ingat janji Allah SWT bagi hamba-Nya yang bertaqwa, yaitu syurga.

Yasir, Sumayyah, dan ‘Ammar terus mendapatkan siksaan yang sedemikian keji. Mereka didera, dicambuk, disalib di padang gurun yang terik, ditindih dengan batu panas, dibakar dengan besi panas, bahkan sampai ditenggelamkan ke dalam air hingga sesak nafasnya dan mengelupas kulitnya yang penuh dengan luka.

Hingga suatu masa, ketika ‘Ammar sudah mencapai puncak rasa sakitnya, ia tidak bisa lagi menahan semua siksaan. Ia lantas berkata pada Rasulullah SAW mengenai kondisinya. Rasul yang setiap hari datang menghampiri mereka untuk memberikan dukungan lantas berseru, ”Sabarlah, wahai keluarga Yasir. Tempat yang dijanjikan bagi kalian adalah syurga.”

Sedemikian berat siksaan yang diterima sehingga ada kalanya mereka tidak lagi menyadari keadaan mereka yang sedemikian parah. Namun ketiganya tetap bertahan dengan keislamannya.

Di kala sadar, tidak ada satupun kalimat yang terlontar dari mulut ketiganya kecuali kalimat ”Ahad..Ahad..” seperti yang dilontarkan Bilal bin Rabah. Hal ini tentunya semakin menyulut amarah orang Quraisy yang gagal membalikkan keimanan mereka.

Hingga suatu masa, orang Quraisy merasa putus asa dengan kegigihan iman ketiganya, mereka memutuskan menghabisi nyawa sang Muslimah. Adalah Abu Jahal yang menjadi algojo. Dengan tombaknya yang runcing, dialah yang mengeksekusi Sumayyah. Nasib sang mujahidah berakhir ketika tombak Abu Jahal bersarang di dadanya.

Menjelang wafatnya, tak sedetik pun Sumayyah menggadaikan keimanannya. Dengan segala yang dimilikinya, ia mempertahankan keyakinannya. Sumayyah binti Khayyath menjadi bukti ketabahan hati, kekuatan iman, dan ketangguhan jiwa. Ia rela mengorbankan segalanya, termasuk jiwa dan raganya demi iman Islamnya.

Sumayyah binti Khayyath adalah syahidah pertama Islam. Ia syahid dengan meninggalkan teladan yang luar biasa. Tak heran ia menjadi sosok yang sangat mulia dengan keberaniannya. ”Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman” sedang mereka tidak diuji lagi?” (QS Al Ankabut, 29;2).

Suatu ketika, Muaz b Jabal ra mengadap  Rasulullah SAW dan bertanya: "Wahai


Rasulullah, tolong huraikan kepadaku mengenai firman Allah SWT:

"Pada sangkakala ditiup, maka kamu sekalian datang berbaris-baris" (Surah
an-Naba':18)

Mendengar pertanyaan itu, baginda menangis dan basah pakaian dengan air
mata. Lalu Baginda menjawab:
"Wahai Muaz, engkau telah bertanyakan kepada aku, perkara yang amat besar,
bahawa umatku akan digiring, dikumpulkan berbaris-baris menjadi 12
barisan, masing-masing dengan pembawaan mereka sendiri...."  Maka
dinyatakan apakah 12 barisan tersebut :-

 

BARISAN PERTAMA

 

Di iring dari kubur dengan tidak bertangan dan berkaki. Keadaan mereka ini
dijelaskan melalui satu seruan dari sisi Allah Yang Maha Pengasih:
"Mereka itu adalah orang-orang yang sewaktu hidupnya menyakiti hati
jirannya, maka demikianlah balasannya dan tempat kembali mereka adalah
neraka..."

 

BARISAN KEDUA

 

Diiring dari kubur berbentuk babi hutan. Datanglah suara dari sisi Allah
Yang Maha Pengasih:
"Mereka itu adalah orang yang sewaktu hidupnya meringan-ringankan solat,
maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

 

BARISAN KETIGA

 

Mereka berbentuk keldai, sedangkan perut mereka penuh dengan ular dan kala
jengking.
"Mereka itu adalah orang yang enggan membayar zakat, maka inilah
balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

 

BARISAN KEEMPAT

 

Diiring dari kubur dengan keadaan darah seperti air pancutan keluar dari
mulut mereka.
"Mereka itu adalah orang yang berdusta di dalam jual beli, maka inilah
balasannya dan tempat mereka adalah neraka..."

 

BARISAN KELIMA

 

Diiring dari kubur dengan bau busuk daripada bangkai. Ketika itu Allah SWT
menurunkan angin sehingga bau busuk itu mengganggu ketenteraman di Padang
Mahsyar.
"Mereka itu adalah orang yang menyembunyikan perlakuan derhaka takut
diketahui oleh manusia tetapi tidak pula rasa takut kepada Allah SWT, maka
inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

 

BARISAN KEENAM

 

Diiring dari kubur dengan keadaan kepala mereka terputus dari badan.
"Mereka adalah orang yang menjadi saksi palsu, maka inilah balasannya dan
tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KETUJUH

 

Diiring dari kubur tanpa mempunyai lidah tetapi dari mulut mereka mengalir
keluar nanah dan darah.
"Mereka itu adalah orang yang enggan memberi kesaksian di atas kebenaran,
maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

BARISAN KELAPAN

 

Diiring dari kubur dalam keadaan terbalik dengan kepala ke bawah dan kaki
ke atas.
"Mereka adalah orang yang berbuat zina, maka inilah balasannya dan tempat
kembali mereka adalah neraka..."

 

BARISAN KESEMBILAN

 

Diiring dari kubur dengan berwajah hitam gelap dan bermata biru sementara
dalam diri mereka penuh dengan api gemuruh.
"Mereka itu adalah orang yang makan harta anak yatim dengan cara yang
tidak sebenarnya, maka inilah balasannya dan tempat kembali mereka
adalah neraka..."

 

BARISAN KESEPULUH

 

Diiring dari kubur mereka dalam keadaan tubuh mereka penuh dengan penyakit
sopak dan kusta.
"Mereka adalah orang yang derhaka kepada orang tuanya, maka inilah
balasannya dan tempat kembali mereka adalah neraka..."

 

BARISAN KESEBELAS

 

Diiring dari kubur mereka dengan berkeadaan buta mata-kepala, gigi mereka
memanjang seperti tanduk lembu jantan, bibir mereka melebar sampai ke dada
dan lidah mereka terjulur memanjang sampai ke perut mereka dan keluar
beraneka kotoran.
"Mereka adalah orang yang minum arak, maka inilah balasannya dan tempat
kembali mereka adalah neraka..."

 

BARISAN KEDUA BELAS


Mereka diiring dari kubur dengan wajah yang bersinar-sinar laksana bulan
purnama. Mereka melalui titian sirat seperti kilat. Maka, datanglah suara
dari sisi Allah Yang Maha Pengasih memaklumkan:
"Mereka adalah orang yang beramal salih dan banyak berbuat baik. Mereka
menjauhi perbuatan derhaka, mereka memelihara solat lima waktu, ketika
meninggal dunia keadaan mereka sudah bertaubat, maka inilah balasannya dan
tempat kembali mereka adalah syurga,mendapat keampunan, kasih sayang dan
keredhaan Allah Yang Maha Pengasih..."

Jika engkau mahukan kemesraan dengan Allah, maka garanglah terhadap dirimu
sendiri. Jika engkau merasakan manisnya berhubung dengan Allah, tahulah
engkau betapa peritnya berpisah denganNya.....

Wallahua'alam.

WASSALAM.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

“Daripada Zaid bin Thabit ra, Baginda Rasulullah SAW telah bersabda: Allah akan memberi rahmat kepada sesiapa yang mendengar perkataanku hinggalah ia menyampaikannya kepada orang lain. Ada tiga perkara yang tidak akan mengkhianati hati seorang muslim: beramal dengan ikhlas kerana Allah, nasihat kepada imam dan ketua-ketua orang Islam, dan melazimi jemaah mereka itu; sesungguhnya doa mereka itu luas dan meliputi.Sesiapa yang menjadikan dunia itu niatnya, maka Allah jadikan fakir dihadapannya, dan ditabur-taburkan hajatnya dan hartanya; ia tidak akan mendapatinya kecuali apa yang telah dituliskan. Dan sesiapa yang menjadikan akhirat itu niatnya, maka Allah jadikan kaya di dalam hatinya, dan mencukupkan hajatnya, dan dunia datang tunduk kepadanya – Riwayat Ibnu Majah
Huraian Hadis

Allah akan memberi rahmatNya kepada sesiapa yang mendengar dan menyampaikan sabda Rasulullah SAW; dan jika ia mengamalkannya dan menjadi seorang muslim yang baik, maka hatinya akan bersih dan tidak dikotori oleh penyakit-penyakit hati yang merosakkan.

‘Ikhlas beramal kerana Allah’, bererti segala amalan yang diamalkan hendaklah bertujuan untuk beribadah kerana Allah semata-mata, dan menuntut keredaanNya; bukannya hendak menunjuk-nunjuk dan riak, kerana semuanya itu akan menjadi sia-sia.

‘Nasihat kepada imam orang Islam’, bererti memberi nasihat dan pandangan kepada ketua atau pemerintah yang memikul tugas menjaga kepentingan maslahat masyarakat Islam; disedarkan mereka tatkala terlalai ketika menjalankan tugas, dan sama-sama berusaha dan berkerjasama menimbulkan kemesraan di antara ahli masyarakat.

‘Melazimi jemaah orang-orang Islam’, iaitu tidak mengasingkan diri dengan ahli masyarakat; dan jemaah Islam yang dikehendaki itu adalah jemaah kumpulan orang-orang Islam yang baik, dan bukannya jemaah kumpulan untuk melakukan perkara-perkara mungkar, maksiat, dan kejahatan, yang seharusnya dijauhi.

Kumpulan baik-baik yang dimaksudkan adalah kumpulan yang sentiasa berkerjasama dan tolong-menolong menjaga kebajikan dan kepentingan maslahat masyarakat Islam setempat, di samping jemaah untuk melakukan amal ibadah, seperti solat tarawih berjemaah, majlis tahlil kerana pelajaran, dan sebagainya.

‘Sesiapa yang menjadikan dunia ini niatnya’ bermaksud tujuan hidupnya adalah semata-mata mencari dunia, sehingga terlupa akan kewajipan akhiratnya. Jika seseorang itu sibuk dengan mencari kesenangan dunia semata-mata, Allah akan menjadikan perasaan hatinya sentiasa keluh-kesah; takut seolah-olah fakir mengancamnya pada bila-bila masa sahaja.

Allah akan jadikan segala hajat dan kehendaknya bertaburan; tidak dapat dikumpulkan, sehingga berkeadaan seperti terkejar ke sana ke mari dalam suasana yang tidak menentu; seolah-olah tidak cukup masa dan tenaga. Namun demikin, ia tetap tidak akan dapat mengisi segala hajatnya itu, selain dari apa yang telah ditetapkan Allah SWT.

‘Sesiapa yang menjadikan akhirat ini niatnya’, iaitu menjadikan ahirat itu tujuan bagi kehidupannya, maka Allah akan jadikan perasaan hatinya kaya, tenang, bahagia, dan tiada keluh-kesah. Ia sentiasa merasa cukup, dan tidak pernah terasa bertaburan hajat-hajatnya; dunia yang tidak dikejar-kejar itu akan datang, tunduk menurut apa yang telah diusahakan tanpa dipengaruhi sifat tamak dan tidak pernah puas.

Keadaannya tidak dikuasai oleh harta dan kemegahan, sehingga menyebabkannya lalai dan lupa untuk kehidupan akhiratnya; bahkan dunia dijadikan sebagai alat untuk melaksanakan tujuan-tujuan akhirat, dan bukannya menyekat dan menyusahkan. Dengan yang demikian, kehidupannya pasti berada di dalam kebahagiaan, tenang, tenteram, dan tiada keluh-kesah.

Wallahu’alam

 

 

 

 

 

Journalist is someone whose main occupation is conducting or cooperating to draft and compose the editorial content of a newspaper, magazine, or radio or television programs.

 

Journalist describes society to itself. They seek truth. They convey information, ideas and opinion, a privileged role. They search, disclose, record, question, entertain, suggest and remember. They inform citizens and animate democracy. They give a practical form to freedom of expression. Many journalists work for private enterprise, but all these have public responsibilities.

 

Journalists gather their information in a variety of ways, including tips, press releases, and witnessing events. They perform research through interviews, public records, and other sources. The information-gathering part of the job is sometimes called “reporting” as distinct from the production part of the job, such as writing articles. Journalists generally split their time between working in a newsroom and going out to witness events or interview people.

 

Most journalists working for major news media outlets are assigned an area to focus on, called a beat or patch. They are encouraged to cultivate sources to improve their information gathering.

 

Friend and I followed the journalist names Shah Nizam Omar from kosmo at Saturday, 9 of February 2008. He is graduated from UUM University, Faculty of Communication, and Major of Public Relation Programme. He started as a journalist after one year graduated at September 2006. He from Muar Johor. First children from four siblings.

 

 

We followed he to make sure we can get and know with directly how the process to get news and after that published. The assignment which he got is about illegal parking at National Zoo.

 

During I followed his to cover the news at the location, he do the exploration and taked a picture with photographer and interview the sources. After finished cover it, we go back to the office and he discussed with their boss editor about what the suitable anger, means that to write at the first paragraph for introduction. After that, write the story about half and hours. After finished it, wait for the checking from boss, if not completely, he will called to complete it. And then, the news passed to the assistant editor for the checking after correction. After that, the news passed to the graphic designer to put in the page, pictures usually will save at the TERA system in computer. After the correction is confirmed, the news sent for print at Bangi, Johor, Penang, and Terengganu.

 

According to him, he usually knows about his assignment to cover it one day before the function held. Usually, he works at 10.00 a.m until 6.00p.m. For example, if he works at 7.00 a.m or 8.00a.m, he will get overtime claim.

 

At the office, kosmo have a part of desks such as, news desk, metro desk, crime desk, feature desk, abroad desk, sport desk, entertainment desk, kosmo ahad desk, special desk  which cover the front page news) but the kosmo does not have economy desk.

 

At the first time he worked as a journalist, he sat at the news desk, after the month, he sat at metro desk which called as a cadet journalist after one year worked. Usually metro desk cover the news about society problem. For example the road not well. After have a solution for this problem he must to follow up and write the news to give information for readers about this solution.

 

For him, it is not easy and hard to cover the news because he must get information and cooperation with society as a sources or informer. To deal or get information, he must have a good face to face communication to easier get information.

 

At the first time as a journalist, many challenges and a lot of thing he must learned to be a good journalist. It is because, he does not know about journalism before this. But, he successful doing this job after that because he learnt and get teaching from the boss editor and his senior.

 

According his experience, the journalist must have a good public relation, discipline, responsibility, punctual, patient, good communication with society, don’t be shy and must have contact book.

 

He has a links with PBT ( Penguat Berkuasa Tempatan ), Majlis Perbandaran Subang Jaya rush, and confiscate a dirty shops, gay massage house and many more.

 

For him, journalism field is a great because we can see and meet a lot of people in different stage. But does not have the real of situation of life, just have only two days left out, don’t know when the day.

Nilai –Majlis Perbandaran Nilai dengan kerjasama Majlis Kecergasan Kebangsaan NIC, KESUMAS, AADK, dan PENGASIH telah mengadakan karnival “ Keluarga Bahagia Tanpa Dadah” pada 15  hingga 17 Februari 2008 di Pentas Awam Nilai 3.

 

Menurut Darmis, 45, urusetia program, antara program yang diadakan ialah Forum Perdana Ehwal Islam bersama kumpulan nasyid UNIC, senamrobik bersama artis, pertandingan karaoke, pertandingan mewarna, dan konsert Belia Benci Dadah untuk menyampaikan maklumat mengenai belia benci dadah kepada masyarakat setempat

 

Menurutnya  lagi, syarikat-syarikat swasta juga  terlibat untuk menjayakan program ini  seperti Naza, Proton, Akma Dan Bio Sinar.

 

 ”Sebagai masyarakat, kita seharusnya berbangga kerana masih terdapat pihak yang mengambil berat terhadap kemajuan golongan belia seperti syarikat-syarikat penaja ini,”tambahnya lagi.

 

Abdul Karim, 51, selaku pengurus Akma berkata, program seperti ini amat bermakna kerana belia adalah generasi yang disandarkan harapan untuk memimpin masyarakat dan membawa kejayaan pada masa hadapan.

 

”Kami telah membelanjakan sejumlah kos yang besar untuk iklan dan promosi, oleh itu kami menyarankan agar masyarakat sekeliling bersikap ambil tahu dan melibatkan diri dengan program yang dianjurkan,” kata beliau.

 

Menurut Adam AF, program ini bertujuan menyedarkan belia mengenai bahaya dadah perlu diadakan terus kepada kumpulan sasaran yang terlibat dalam kancah ini.

 

A.Rahman Onn, artis veteran berpendapat, sifat ingin mencuba di kalangan belia menjadi punca kepada masalah ini.

 

Beliau menambah, artis bukan sekadar penghibur, tetapi juga memainkan peranan penting untuk dijadikan ikon kepada mereka supaya tidak terlibat dengan pengambilan dadah.

 

Karnival tersebut diakhiri dengan konsert bertemakan Belia Benci Dadah oleh artis-artis seperti Nas Adila, Anis Anisa, A.Rahman Onn, Salwa, Ejarn dan Adam AF.

 

 

Lack of a reading culture among students has been a persistent sore in the eyes of many organizations. Concerted efforts being made by these in ensuring that the seeds of this culture are sown are a manifestation of their recognition that it is only a literate and knowledgeable society that can fully participate in and positively contribute to National development.

The role of a library as a source of information to students in improving education standards and promoting functional literacy programmes in the rural areas with a view of improving the livelihoods of adults/parents who never had a chance of attaining formal education or dropped out of school. It further outlines the role of ICT in promoting access to latest and relevant information with the view of improving educational standards and the livelihoods of the rural communities.

The reading culture is the base to greater passion of every individual’s inner self.

Students  particularly in the impact areas will be sensitized that reading books with attention would exercise their faculties of reason to enable the individual have self control to his baser passion. The literacy promotion will arouse keenness in the people to read more of the printed information, which should open the mind of many to better understanding of issues affecting them. This is more or so important with the realization that the future of all citizens require self-education and self-culture because academic excellence is not enough without the culture to keep on reading for continuous self-improvement.

According to Dr. Zainal Abidin Hajib, Lecturer’s Faculty of Languages Studies says, the process of developing a reading culture as earlier stated should start at an early stage of childhood and nurtured into adulthood. This model is therefore expected to play a multi-dimensional function.

“Firstly, it is hoped to improve the standards of education and gradually reduce illiteracy. Secondly, it will enable many rural masses own rural libraries from which they can access information and other reading materials. Thirdly, it hopes to enable the communities source, preserve and access a wide range of literature. And lastly, it hopes to enable the communities maximize the use of ICTs to improve their livelihoods. This is the importance of establishing rural conventional libraries, implementation of functional literacy programmes and

Provision  of low-cost ICTs as way of developing and promoting a reading culture among the rural masses”.                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                        

He also said, embracing a reading culture should go beyond mere pep talk. Affirmative action must be taken where establishment of rural conventional libraries, implementation of functional literacy programmes and above all, provision of low-cost ICTs should be encouraged with an aim of contributing to high quality of education, empowering rural men and women in the four broad areas namely; provision of basic services; improved local and international governance, support for entrepreneurship and access to financial services.

“I am occasionally disappointed by students’ lack of reading culture. It would seem that most students in Malaysia do not like reading, I mean interesting reading (not the reading of sensational news about celebrities or crimes)”.

“I recently reminded a class of University students about a book I had cited very often to know if any had felt the need to purchase it (not an expensive buy: only Rm 20). Noone had of course. Worse, one student even asked whether it would be used for other modules, presumably to know if the purchase of the ‘commodity’ would be worth it!”, he said.

“Of course, one cannot blame them entirely. The system we operate in has never really allowed people (young and old) to discover the beauty of reading quality books and magazines. When they reach uni, it’s even more difficult to inculcate that culture”.

“Yet, sometimes it makes me feel like saying that we should not allow students in University if they do not like/love reading. I suspect that if that criterion were to be, we would have only a handful of students, if any!”.

“Student who doesn’t like to read should never ever be allowed to follow a course at university level. What if a student decides to read about things from the internet? We are still learning although not by reading a book” Muhammad Luqman Hakim bin Mohd Sa’ad, 22,  said.

“Perhaps if I could get myself books of actual movies that would really have enticed me into reading more and more since now I haven’t seen many such books at the market or the USIM library as another said the casual stuffs are indeed boring and these are what we actually have stocked in our library”.

“In my opinion, the thing is that students are not so keen to buy a book (ok let’s mention it..an expensive book) for just one semester and then afterwards leave it aside. But there are other ways of reading as mentioned. Subscriptions at the libraries. As i mention it now, it’s been what since one month i have not been reading books apart newspapers. Ok Ive grapped the Harry potter book (goblet of fire) and that’s it. I think that’s the last i saw”.   

“Perhaps if there is some kind of deadline on our, an assignment, for example, we will be somewhat “forced” to do research work. But it’s a pity that some students at USIM still rely on spoon feeding”.

 “In fact, I suspect that most students just toss away the knowledge acquired at University cos what interests them is the piece of paper at the end of the day that allows our to secure a job, get a promotion or a salary increment”.

 I’d rather see a real personal desire to learn and read an eagerness to acquire knowledge, to grow intellectually” he said.

 “I agree about the lack of reading culture among students. I would go even further by stating that there’s a lack of interest in general knowledge among students. I just wonder how many people watch the intesting programmes like Doha Debates, Hard talk, Have Your Say on BBC. Speaking of which, here I’ll go outside the current subject of the post, the MBC in its wisdom to promote general knowledge and English systematically replaces BBC programmes with football” Mohd Aizat bin Zulkifli, 21, says.

 “I reckon an in-depth reform of our educational system can prove to be a good way of starting to turn things around. Is it going to happen, ok lets not get into politics.

“Lets develop the reading habit at the early stage of our educational system and surely we don’t need any political help on this one. That’s only a couple of things where we can get started”.

 “What I would advise to people, especially students, we need to cultivate the habit of reading, it really helps”.

Reading “things” on the internet is not the same as reading books. Do we really believe that someone can curl with our desktop computer and read Hamlet?”

 Another point, the Internet makes it easy to find information we are looking for. It’s not always easy to find the information in one place though. We may have to browse a dozen sites to find one that satisfy our needs.

“My conclusion is that it depends very much of our self and of the family we grew up in. If the parents are the type of “thirsty” ones of culture, information, knowledge from all domains, are very close and open to their children and are engaging we in their conversations about different important topics in developing a strong general culture, the children will be more avid for information, to develop ourselves, to know more and more about anything (geography, medicine, literature, history) and the only way to do that is to read”.      

According to Mohd Nur Aqmal Mohd Sairi, 23, says, a book contains related information in one place, is easy on the eyes, portable, cheap. We can borrow, lend, trade, write in and do may things we can’t do on a desktop, laptop, tablet or mobile computer.

                                                                                                                                                                                                    

 

 

 

 

 

 

 

 

 

                                                                                        

 

 
 
 

 

 

 

 

 

 

 

Image Hosting by PictureTrail.com

NILAI- Naib Canselor menegaskan sambutan Maulidur Rasul peringkat USIM bertujuan mengingatkan warga USIM terhadap tanggung jawab sosial kepada masyarakat sekeliling. 

Sambutan yang disertai lebih kurang 500 warga USIM bermula dengan perarakan sambil berselawat keatas junjungan Nabi s.a.w. dari perkarangan Canselori sehingga ke Stadium Tertutup Nilai. 

Dalam ucapan perasmian, Naib Canselor menyatakan sambutan ini dilihat satu langkah bagi meningkatkan mutu perkhidmatan kakitangan pentadbiran dan pembelajaran mahasiswa dalam memartabatkan nama USIM. 

 “Usaha ini dilihat sebagai satu langkah menghayati strategi perjuangan Rasulullah s.a.w.,” ujarnya semasa berucap merasmikan majlis sambutan itu di sini kelmarin. 

Menurut Nor Hamizah Rosdan, 23, antara peserta perarakan tersebut, tema ‘Menjana Ummah Gemilang’ pada tahun ini bertepatan dengan suasana umat Islam kini yang berusaha menambah ilmu pengetahuan yang merangkumi ilmu dunia dan akhirat.  

Manakala menurut Abdullah Firdaus Abd Jalil, 21,  perarakan tersebut bukan sekadar berpenat kosong sahaja, tetapi ia bertujuan untuk menyingkap dan mengetengahkan ajaran Rasulullah sebagai sumber dan jalan penyelesaian dalam cabaran kehidupan moden semasa khasnya di era globalisasi.  

 “Bagi saya program seperti ini sebenarnya dapat meningkatkan kefahaman masyarakat terhadap warisan nabawi,” tambah rakan beliau, Muhammad Ridhuan Jaafar, 21.

Majlis tersebut disertakan ceramah berkaitan Maulidur Rasul dan dihiburkan dengan selawat Nabi s.a.w. oleh kumpulan Nasyid Instinct.     

Kecenderungan pelajar negara ini memilih untuk melanjutkan pelajaran ke luar negara di peringkat ijazah sarjana muda mahupun ke peringkat yang lebih tinggi semakin menjadi trend masa kini. Seringkali diperkatakan golongan pelajar-pelajar di Malaysia mendapat peluang untuk belajar di luar negara di sogok dengan hamburan pujian dan harapan tinggi menggunung yang mengatakan mereka bakal menjadi pemimpin generasi masa hadapan dan terlibat secara aktif dan langsung dalam memacu ekonomi negara pada tahun-tahun mendatang. 

Ini adalah kerana, mereka mempunyai alasan dan maksud tersendiri sehingga mendorong untuk menyambung pelajaran ke luar negara. Pensyarah di Fakulti Pengajian Bahasa Utama, Muhammad Marwan Ismail, 29, berkata, Peluang untuk menyambung pelajaran di luar negara bukan hak mutlak seseorang pelajar itu, sebaliknya ianya adalah peluang yang disediakan oleh kerajaan dan diperakui oleh golongan-golongan pembayar cukai.

 Beliau berkata, pengalamannya menyambung pelajaran ke luar negara banyak memberi kesan yang positif dan mendalami ilmu secara terperinci sehingga beliau memilih profession sebagai pendidik untuk mencurahkan apa yang dimilikinya semasa di luar negara. 

Secara amnya, beliau berpendapat bahawa kaedah dan sistem pembelajaran di luar negara dan dalam negara sama sahaja dan suasana belajar di luar negara pula berbeza berbanding belajar dalam negara. Ini kerana, cuaca dan bahasa yang dipertuturkan berlainan dengan bahasa asal yang biasa digunakan ketika   berada di negara sendiri. Pelajar-pelajar menggunakan bahasa pertuturan antarabangsa untuk berinteraksi antara satu sama lain yang terdiri daripada pelbagai bangsa dan budaya. Secara tidak langsung, komunikasi seharian pelajar dapat melatih dan meningkatkan kemahiran berbahasa.

Katanya lagi, pelajar memiliki pengalaman yang luas dari pelbagai aspek akademik mahupun kehidupan seharian ekoran berada di negara orang. Beliau berpandangan bahawa kualiti graduan dalam negara dilihat dari  berbagai aspek tidaklah membanggakan (jika benchmark kita untuk menyediakan generasi pelapis). Negara  hanya berjaya melahirkan graduan pengguna (consumer) yang berjaya melaksanakan tugas kepenggunaan baik ideologi, teknologi dan budaya yang diwarisi dan di susun atur oleh golongan kolonial. Tidak jelas kelihatan kumpulan atau generasi graduan yang menonjol sifat kritikalnya, inteleknya dan keterampilannya dalam menghadapi kenyataan hidup yang bercelaru. 

Jika dilihat dari sudut pembangunan negara pula, beliau berkata  bahawa graduan yang belajar di luar negara dapat memberi kesan positif kepada tenaga modal insan pendidikan berkualiti negar kita, pengalaman yang banyak dapat menyumbang pendedahan yang luas dalam menguasai bahasa asing. Dari sudut sosial dan ekonomi pelajar pula, pelajar terpaksa berhadapan dengan kejutan budaya dari negara-negara luar. Namun, ada juga budaya-budaya asing yang memiliki contoh yang baik dijadikan serbagai tauladan. Melanjutkan pelajaran ke luar negara memerlukan kos perbelanjaan yang tinggi tetapi dapat menjawat jawatan tinggi  apabila pulang ke Malaysia.

 “Menyentuh cabaran semasa berada di luar negara, pelajar dilatih menjadi seorang yang ‘independent’ dan berdiri amat susah pada awalnya. Tetapi dengan adanya pengalaman dan tunjuk ajar serta pertolongan dari kawan-kawan sebangsa atau berbangsa asing dapat menyesuaikan diri dengan keadaan di luar negara,” tegas Mazni Buyong, Pensyarah di Fakulti Kepimpinan Pengurusan. Ini adalah kerana, pelajar berada berjauhan dengan keluarga, tidak ada kongkongan dari mana-mana pihak serta berupaya membuat keputusan sendiri tanpa bergantung kepada orang lain, seterusnya dapat mematangkan pemikiran pelajar dalam menongkah arus kehidupan dalam era globalisasi kini.  

“Menyentuh mengenai langkah melanjutkan pelajaran ke luar negara ialah sejauh mana keinginan sesorang itu untuk mencapai tahap pendidikan yang lebih tinggi dan mencabar di dalam bidang akademik. Bak kata pepatah ‘di mana ada kemahuan di situ ada jalan, hendak seribu daya tak hendak seribu dalih’,” tambahnya lagi. 

Katanya, dari sudut pembangunan negara pula, pelajar membuktikan bahawa bukan sahaja cerdik pandai tetapi juga untuk membawa pengalaman dari luar negara lalu diserapkan bagi membina satu perubahan yang positif memboleh kan negara kita duduk sama rendah dan berdiri sama tinggi setaraf dengan negara-negara maju yang lain. Natijahnya ialah supaya negara ini bukan setakat maju membangun tetapi pesat membangun supaya tidak ketinggalan di dalam pergolakan zaman yang melihat dunia ini melahirkan intelektual- intelektual yang berupaya merubah imej sesuatu bangsa. 

Beliau berpendapat, kualiti graduan bergantung kepada pendidik contoh, bahan rujukan yang digunakan dan persekitaran yang kondusif (infrastruktur, sosialisasi, lokasi dan lain-lain) yang membantu ke arah pembinaan sahsiah terpuji dan pencapaian akademik yang cemerlang. Jadi, apa yang menjadi kayu ukur bagi melayakkan pendidikan dalam dan luar negara itu diiktiraf sebagai unggul jika diukur dari sudut pencapaian kemahiran dan akademik. kemajuan dalam bidang sahsiah pula, mestilah yang bersifat menyeluruh iaitu elemen-elemen atau variable dalam pengukurannya dengan mengambil kira aspek pembangunan kerohanian, intelek, jasmani dan emosi. 

“Bagi saya, cabaran semasa berada di luar negara ialah pelajar menjadi dagang di negeri orang, jauh daripada keluarga sendiri. Bergaul dengan pelbagai kaum dan budaya yang mempunyai pemikiran yang berlainan. Tanpa kekuatan semangat serta pemikiran yang optimistik seseorang pelajar itu tidak mungkin akan dapat mengharungi semua ini dengan kuat. Bagi pelajar yang tidak berpengaruh dengan budaya luar mempunyai keupayaan untuk memilih dan memanfaatkan semua yang positif dan berjaya menangkis apa saja yang negatif dengan semangat jati diri dan kepercayaan yang ampuh. Pokoknya di negeri orang, seseorang pelajar itu dapat berdikari dan mengharungi semua cabaran-cabaran dengan cara bijak dan pandai terutama dalam menjaga diri sendiri ,” katanya yang pernah melanjutkan pelajaran dalam bidang teknologi komputer di UK.

 “ Dalam konteks ini, mahasiswa  yang belajar di luar negara tidak menjadikan masalah komunikasi sebagai halangan untuk memajukan diri melalui penglibatan dalam aktiviti-aktiviti sosial. Ini amat penting kerana apabila graduan melangkah ke alam pekerjaan, akan berdepan dengan pelbagai cabaran di sekeliling serta membuktikan kepada masyarakat bahawa mereka mampu berdikari dalam menghadapi dan mengatasinya dengan kebolehan masing-masing ,” kata Arnida Abu Bakar, 30,  Pensyarah di Fakulti Pengajian Bahasa Utama. 

Tegasnya lagi, ciri-ciri sebenar pelajar atau graduan luar negara yang berkualiti ialah yang cemerlang  memiliki atribut berikut; pertama, cemerlang dalam sahsiah, akhlak, personaliti dan faham tujuan hidup sebenar. Kedua, cemerlang dalam akademik. Ketiga, cemerlang dalam kemahiran dan emosi. Keempat, berguna pada diri, keluarga, masyarakat dan negara. 

Pendapatnya terhadap kemajuan graduan dalam negara pula,  Perkembangan dan kemajuan pendidikan di tanah air amat memberangsangkan dari satu sudut. Perkembangan fizikal amat membanggakan dan pendidikan negara kita  juga mengikut arus kemajuan dalam aspek aplikasi ICT dalam pengajaran dan pembelajaran (p&p). Jika dulu negara kita menghantar pelajar ke luar negara untuk belajar, sekarang kita sudah menerima pelajar dari negara luar yang belajar pelbagai bidang di IPT tempatan. Ini bermakna mampu bersaing dengan negara maju dalam “industri pendidikan”. Negara-negara luar telah mengiktiraf negara kita sebagai tempat untuk mencari ilmu yang setaraf dengan negara-negara lain di Barat atau Timur Tengah. Selanjutnya, untuk memahami kemajuan pendidikan kita secara lebih terperinci. 

Tambahnya lagi, Untuk membolehkan pelajar melanjutkan pelajaran di di luar dan dalam negara, tidak boleh lagi mengharapkan kepada pinjaman daripada kerajaan semata-mata. Mahu tidak mahu, ibu bapa perlu ada simpanan sendiri untuk tujuan itu. Kini telah ada takaful pendidikan. Kepada ibu bapa yang mampu, ini adalah satu cara untuk menyediakan keperluan kewangan anak-anak untuk melanjutkan pelajaran. Kepada yang tidak mampu, kita telah ada Skim Simpanan Pendidikan Nasional (SSPN) untuk tujuan yang sama.

 Katanya lagi, graduan yang akan terhasil kelak mampu bersaing dengan graduan lain untuk mencari peluang kerja yang terhad, baik di dalam mahupun di luar negara. Atau, mereka perlu diberi kemahiran untuk menjana perniagaan bersandarkan ilmu yang telah diperoleh. 

Menurut Norazimah Ibrahim, 24, pelajar yang berpengalaman dalam kursus Intensif Bahasa Arab Universiti Al-Bayt Jordan, mempelajari bahasa di negara asal bahasa tersebut sebenarnya dapat meningkatkan kemahiran berbahasa serta mempelajari kaedah dan cara menyebut perkataan bahasa asing dengan betul serta dapat merasai persekitaran budaya dan loghatnya. 

Selain itu juga, dapat menyumbang kepada kuantiti pakar dalam bidang terjemahan bahasa asing serta dapat menjalinkan hubungan akademik yang baik antara negara. Dari sudut sosial pula, pelajar dapat mempelajari budaya baru dan memahami cara pergaulan bangsa lain walaupun hanya beberapa bulan sahaja beliau di sana.

 Bagaimanapun, apabila berjauhan dari ibu bapa, keluarga mahupun tanah air, bukan mudah kerana banyak cabaran terpaksa diharungi tanpa mereka disisi. Memang berjauhan daripada keluarga menyeksakan namun berbaloi kerana banyak pengalaman baru diperoleh selain mengajar hidup berdikari. Menurutnya, tuntutan mencari ilmu di luar negara terbaik menyebabkan dia sanggup meninggalkan keluarga tercinta meskipun di tempat asalnya mempunyai institusi pengajian yang menawarkan kursus-kursus seperti itu juga. 

“ Ini kali pertama saya berjauhan dengan keluarga. Usia muda ditambah rasa kekok sanggup berhijrah untuk belajar walau terpaksa lalui cabaran bahasa, budaya, makanan yang berbeza sudah tentu banyak menguji kecekalan saya, Bukan saja terpaksa jauh dari keluarga, banyak aspek seperti makanan, cuaca dan persekitaran mengganggu emosi,” tegas Muhammad Abu Bakar, salah seorang pelajar yang pernah  menyertai kursus Intensif Bahasa Arab Universiti Al-Bayt Jordan.

Katanya lagi, pengalaman berada di negara orang dapat merubah dan mengajar diri supaya dapat menyesuaikan diri. Pertamanya dari segi pergaulan yang bukan saja berguna untuk menambah rakan baru tapi membantu dalam pembelajaran. Pada waktu itu jugalah mengetahui pentingnya menjalin persahabatan dan berdikari selain mematangkan diri dengan pelbagai pengalaman.  

Oleh yang demikian, pendidikan luar negara sejak lama telah ditanggap oleh golongan tersebut sebagai ”jalan keluar” atau ”penyelamat” daripada semacam ketidakadilan yang terdapat dalam sistem pendidikan tinggi dalam negeri.

Selain itu, tanggapan tersebut ditunjangi pula oleh beberapa faktor seperti bahasa pengantar yang digunakan oleh IPT dalam negeri yang dianggap sebagai salah satu unsur yang terus menjejas dan menurunkan mutu pendidikan IPT dalam negara.  

Oleh yang demikian, sejak tahun 70-an lagi, pendidikan tinggi luar negara telah menjadi sebahagian daripada cara hidup golongan tertentu di negara ini – baik dalam keadaan ekonomi negara memuncak mahupun merosot.  

Faktor lain yang turut mendorongkan amalan pengiriman para siswa ke luar negara ini ialah dasar tajaan pemerintah sendiri yang dilaksanakan dalam kerangka DEB – yakni dalam rangka usaha memperbanyak bilangan golongan profesional bumiputera dalam bidang-bidang tertentu.

Oleh yang demikian, ibu bapa yang lebih suka menghantar anak-anak mereka mengikuti kursus universiti ijazah pertama di luar negara kini bukanlah semata-mata pilihan ibu bapa ke arah itu, tetapi prasangka menyeluruh di kalangan semua pihak terhadap pendidikan tinggi dalam negara berbanding dengan pendidikan luar negara. Pilihan ibu bapa itu, sebenarnya sekadar memantulkan sikap para pelajar sendiri, sikap para majikan, sikap penaja biasiswa, sikap kerajaan dan malah sikap setengah-setengah parti politik.